Prostitusi : Antara Konvensional vs Online
Ilustrasi Pelacur Online By Net (*) |
Sejak ditemukannya media sosial sebagai alat yang bisa memenuhi kebutuhan para penikmat industri ini, kilas balik prostitusi sudah berubah menjadi wajah yang cukup mudah untuk didapatkan. PSK bahkan tidak memerlukan jasa mucikari, ia bisa dengan mudah untuk menjajakan dirinya secara personal. Disetiap akun media sosial seperti Facebook, Instagram, Michat, Beetalk, dan lain sebagainya pelaku memuat berbagai macam syarat dan ketentuan dalam booking, termasuk dengan tarif per waktu yang disediakan.
Prostitusi online sudah marak sejak tahun 2007. Pada awalnya prostitusi hanya beredar melalui blog dan sebuah forum khusus. Untuk masuk, pengguna harus mendaftarkan diri sebagai anggota. Setelah itu anggota pada forum barulah dapat mengakses informasi soal PSK yang sedang diperbincangkan didalam forum tersebut. Pengguna yang sudah menjadi anggota pun tidak serta merta bisa menikmati layanan ranjang dari pelacur. Butuh waktu sekitar sebulan mendapat respon dari sang admin pengatur forum tersebut.
Biasanya forum itu tidak bisa diakses lantaran hanya beralamatkan sesuai IP
Address
Jasa yang ditawarkan oleh PSK tidak hanya dengan bertemu secara langsung dengan pelanggan. PSK juga menawarkan jasa phone sex, video call sex, atau streaming live. Tarif yang dikenakan sesuai dengan waktu yang diinginkan oleh pelanggan. Pada transaksi ini, pelanggan dan PSK tidak harus berkenalan satu sama lain. Pelanggan cukup mentransfer tarif sebelum jasa diberikan. Munculnya aplikasi chatting mempermudah pekerja seks dalam menggaet tamunya. Penjaja seks memberikan kode status pada akunnya seperti “menerima BO”, “open BO” dan beberapa kode status lainnya.
Bahkan ada yang terang-terangan menuliskan status “500rb yang mau pake kondom merapat”. Beberapa aplikasi chatting seperti LINE dan Michat juga memberikan kemudahan dalam melihat radius pelanggan menggunakan people nearby yang bisa mendeteksi pelanggan dalam jarak terdekat. Pada aplikasi tersebut, pemilik akun juga bisa menyembunyikan identitas aslinya. Artinya, dalam menjalankan transaksi masing-masing pihak baik PSK maupun pelanggan dapat untuk saling menyembunyikan privasinya. Walau maraknya penggunaan aplikasi untuk melancarkan aksi prostitusi, pemerintah belum berdaya untuk melakukan pemblokiran. Padahal pemerintah lewat Kominfo telah mengeluarkan anggaran Rp 200 miliar untuk menyensor pornografi di internet.
Berdasarkan penjelasan diatas, kita bisa melihat bahwa globalisasi tidak hanya memiliki keuntungan bagi Indonesia. Dampak buruk dari globalisasi juga mengiringi dibelakangnya. Salah satu kritik dari globalisasi adalah terciptanya kemudahan baru dalam melancarkan aksi prostitusi lewat keamanan privasi, jasa seksual lewat call atau video, streaming live berbayar menonton perempuan tidak berbusana, dan lain sebagainya. Sebelum dunia terlipat dengan arus globalisasi, prostitusi masih berada pada ruang lingkup yang sempit. Mucikari beserta PSK masih was-was dengan jaringan razia. Setelah munculnya arus globalisasi, prostitusi menciptakan kiprah baru dan lebih terimprovisasi dalam kanal prostitusi online. (Ay/JBN)
Nama : Indah Sari Rahmaini
Profesi : Dosen Sosiologi Universitas Andalas
E-mail : indah.rahmaini96@gmail.com